Selasa, 13 November 2012

Pagar Hijau Hilangkan Kesan Sangar



Desain eksterior pada perumahan atau perkantoran menjadi pilihan yang unik. Desain pagar misalnya, tak hanya sebagai batas kepemilikan. Pagar dengan sentuhan nilai estetika mampu memberi kenyamanan bagi empunya rumah dan publik yang melihatnya.
Material vegetasi menjadi tren untuk pembuatan pagar. Banyak pilihan jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk pagar, seperti tanaman air dan tanaman perdu. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo pun mengembangkan konsep kota ramah lingkungan (ecological friendly city) sejak 2011 melalui konsep pagarisasi hijau. Sejumlah pagar perkantoran yang terbuat dari tembok dibongkar dan digantikan dengan pagar tanaman.
Seperti pagar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo dan sejumlah sekolah di sekitar Manahan Solo, yakni SMKN 6 Solo, SMKN 4 Solo dan SMKN 5 Solo. “Proses pagar hijau yang dikembangkan Pemkot masih jalan terus. Pagar beton di perkantoran itu terkesan sangar dan kaku. Maka mulai 2011, Pemkot mulai menata Solo sebagai kota yang ramah. Salah satunya ya lewat pergantian pagar tembok menjadi pagar hijau,” jelas Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Solo, Anung Indro Susanto, saat dijumpai Espos, di ruang kerjanya, Jumat (19/10).
Selama ini kawasan hijau di Solo belum memenuhi amanat UU Lingkungan Hidup, yakni 10% untuk kawasan privat dan 20% untuk kawasan publik. Kawasan hijau di Solo baru 18,23% atau sekitar 802,71 hektare. “Pagar balaikota pun juga bakal dibongkar tahun depan. Pagar tembok itu diganti menjadi pagar hijau. Kami sudah mengalokasikan anggaran Rp300 juta untuk perubahan pagar itu,” tambah Anung.
Menurut Anung, dengan pagar hijau, kantor birokrasi pemerintah terkesan lebih ramah dan memiliki banyak manfaat. Pagar hijau mampu mengurangi suasana panas dan mengurangi polusi. Selain itu dengan pagar hijau juga memberi kesan nyaman. Namun Anung mengakui masih lemah dalam pemeliharaannya karena sumber daya manusia (SDM) terbatas. Dia mencoba memberdayakan masyarakat dalam pemeliharaan kawasan hijau. “Masyarakat dan Pemkot harus memiliki satu visi dan semangat bersama. Dengan demikian kawasan hijau bisa terjaga,” tuturnya.
Arsitek Solo, Darris Fath, menilai Pemkot ingin menunjukkan kesan transparan ketika menggunakan pagar hijau di kantor pemerintah. Dia menyebut contoh rumah dinas (rumdin) wakil walikota (wawali) di sebelah timur Monumen Pers Solo. Tanaman yang digunakan pada pagar rumdin itu didominasi tanaman air dan tanaman bambu hias serta lavender. “Pembangunan rumdin itu kan bareng dengan pembangunan taman kota di beberapa titik. Saya kira konsep ekologi kota memang diterapkan oleh Pemkot Solo,” tandasnya.
Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS, Anung Bambang, saat ditemui Espos, Rabu (24/10), menambahkan media tanaman sebagai pagar mampu melunakan tampilan bangunan. Bangunan yang terdiri dari kontruksi besi dan beton yang serba keras itu, kata dia, bisa dilunakkan dengan adanya tanaman. “Banyak orang zaman dulu di pedesaan yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar, seperti tetehan dan tanaman katuk. Konsep itulah yang kini sedang ngetren, karena ada makna lain. Bukan sekadar pembatas kepemilikan,” pungkasnya. (Tri Rahayu

 Taman di Griya Segaran
Pagar tanamn di Rumdin Wawali Solo
Sumber: www.solopos.com

Bangunan Modern Dengan 4 Gaya Unik

 Tampak dari depan
 Teras Lantai II

Pagar berdinding ekspose batu bata merah mengelilingi kompleks tempat tinggal milik Ketua Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapkindo) Jateng, Mukafi Fadli. Kompleks seluas 1.600 m2 tersebut terletak di Jl Sadewa No 6, RT 002 RW 001, Jetis Mojo Wetan, Sragen Kulon, Sragen. Tiga buah bangunan megah didominasi arsitektur jawa berdiri megah dengan fungsi yang berbeda.
Tiga bangunan itu terdiri atas bangunan baru berlantai II terletak paling timur sebagai tempat tinggal. Bangunan limasan berada di tengah sebagai tempat usaha dan kantor. Terakhir bangunan baru berbentuk joglo dengan dinding serba gebyok berada paling barat sebagai Sekretariat Forum Masyarakat Sragen (Formas). Semua bangunan itu menghadap ke selatan dan hanya dibatasi dinding tembok.
“Saya dulu membeli tanah beserta rumah pada 2007. Saya tetap mempertahankan rumah lama yang terletak antara dua bangunan baru. Saat itu kebetulan harganya relatif miring, hanya Rp150.000/m2. Padahal sekarang harganya mencapai Rp700.000/m2,” ujar Lilik sapaan akrab Mukafi Fadli saat dijumpai Espos, Selasa (13/11), di kediamannya.
Lilik beli tanah dengan harga murah itu lantaran doa setiap hari. Sebagai penggemar filosofi dan pengamat arsitektur Jawa, Lilik mendirikan rumah dengan gaya Jawa. Rumah kuno asal Ngawi, Jawa Timur berumur 100 tahun diboyong ke kediamannya. Rumah dengan dinding gebyok itu kini menjadi rumah joglo yang diperuntukkan sebagai sekretariat Formas.
“Saya beli gebyok tua dengan ornamen garuda senilai Rp40 juta. Saya tertarik dengan nilai nasionalisme pada gebyok itu. Sedangkan gebyok lainnya nilainya cukup murah. Kemudian untuk pendapa semua dari kayu jatin kebon. Mulai dari reng dan usuknya, hanya habis Rp70 juta. Bangunan itu memang saya desain sebagai ruang publik untuk Formas,” ujar Lilik yang juga aktivis Formas.
Satu tahun kemudian, Lilik yang juga Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sragen itu membikin rumah berlantai II. Rumah yang kini menjadi tempat tinggal keluarga Lilik itu cukup unik. Rumah ini merupakan kombinasi gaya jawa kuno, kudus, madura dan mediterania. Ide penggabungan gaya bangunan itu diperoleh setelah berlangganan majalah rumah selam lima tahun.

Bantalan Jembatan
“Semua gaya itu dipadukan tanpa gambar dan desain khusus. Tetapi mengalir selama proses pembangunan yang memakan waktu delapan bulan. Selama proses itu, saya tak pernah membongkar total,” jelas ayah dari dua anak itu.
Hampir semua material kusen pintu dan jendela menggunakan kayu bekas bantalan jembatan yang usianya puluhan tahun. Kayu bantalan jembatan itu dibeli Lilik dengan harga Rp20 juta. Rumah seluas 250 m2 itu terdiri atas lantai I untuk ruang tamu, kamar pembantu dan dapur dan lantai II dengan satu kamar utama dan dua kamar anak.
Kusen pintu utama di teras depan, di ruang tamu, teras samping menggunakan ukiran gaya kudus. Ukiran gebyok jati asal Jepara juga dimanfaatkannya untuk hiasan di lantai II. “Saya menggunakan sistem manajemen tukang cukur. Ketika dilihat pas dan indah ya terus. Kalau tidak pas yang dibenahi agar sesuai keinginan saya,” jelasnya.
Pintu tiga kamar di lantai II dibuat dengan memanfaatkan kayu bekas bangunan terbakar saat kerusuhan Mei 1998 di Solo. Kayu-kayu itu dibeli di pasar antik Solo, yang kini dikenal Pasar Triwindu. Sedangkan gaya mediterania dijumpai pada model pilar yang berbentuk tabung dan jendela rumah yang kotak-kotak. Interior rumah memilih model madura, yakni berupa meja kursi tamu yang panjang dan sederhana serta mebeler lainnya. (Tri Rahayu)

Sumber: www.solopos.com

Arsitektur


 Definisi
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.

Ruang Lingkup
Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah holak, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.

Teori dan Praktik
Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "praktikdan teori adalah akar arsitektur.Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan idea.

Sejarah
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunandan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati.Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.

Sumber: id.wikipedia.org