Desain eksterior pada perumahan atau perkantoran menjadi
pilihan yang unik. Desain pagar misalnya, tak hanya sebagai batas kepemilikan.
Pagar dengan sentuhan nilai estetika mampu memberi kenyamanan bagi empunya
rumah dan publik yang melihatnya.
Material vegetasi menjadi tren untuk pembuatan pagar. Banyak
pilihan jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk pagar, seperti tanaman air
dan tanaman perdu. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo pun mengembangkan konsep kota ramah lingkungan (ecological friendly city) sejak 2011
melalui konsep pagarisasi hijau. Sejumlah pagar perkantoran yang terbuat dari
tembok dibongkar dan digantikan dengan pagar tanaman.
Seperti pagar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) Solo dan sejumlah sekolah di sekitar Manahan Solo, yakni SMKN 6
Solo, SMKN 4 Solo dan SMKN 5 Solo. “Proses pagar hijau yang dikembangkan Pemkot
masih jalan terus. Pagar beton di perkantoran itu terkesan sangar dan kaku.
Maka mulai 2011, Pemkot mulai menata Solo sebagai kota yang ramah. Salah satunya ya lewat
pergantian pagar tembok menjadi pagar hijau,” jelas Kepala Badan Perencanaan
dan Pembangunan (Bappeda) Solo, Anung Indro Susanto, saat dijumpai Espos, di ruang kerjanya, Jumat (19/10).
Selama ini kawasan hijau di Solo belum memenuhi amanat UU
Lingkungan Hidup, yakni 10% untuk kawasan privat dan 20% untuk kawasan publik.
Kawasan hijau di Solo baru 18,23% atau sekitar 802,71 hektare. “Pagar balaikota
pun juga bakal dibongkar tahun depan. Pagar tembok itu diganti menjadi pagar
hijau. Kami sudah mengalokasikan anggaran Rp300 juta untuk perubahan pagar
itu,” tambah Anung.
Menurut Anung, dengan pagar hijau, kantor birokrasi
pemerintah terkesan lebih ramah dan memiliki banyak manfaat. Pagar hijau mampu
mengurangi suasana panas dan mengurangi polusi. Selain itu dengan pagar hijau
juga memberi kesan nyaman. Namun Anung mengakui masih lemah dalam
pemeliharaannya karena sumber daya manusia (SDM) terbatas. Dia mencoba
memberdayakan masyarakat dalam pemeliharaan kawasan hijau. “Masyarakat dan
Pemkot harus memiliki satu visi dan semangat bersama. Dengan demikian kawasan
hijau bisa terjaga,” tuturnya.
Arsitek Solo, Darris Fath, menilai Pemkot ingin menunjukkan
kesan transparan ketika menggunakan pagar hijau di kantor pemerintah. Dia menyebut
contoh rumah dinas (rumdin) wakil walikota (wawali) di sebelah timur Monumen
Pers Solo. Tanaman yang digunakan pada pagar rumdin itu didominasi tanaman air
dan tanaman bambu hias serta lavender. “Pembangunan rumdin itu kan bareng dengan pembangunan taman kota di beberapa titik. Saya kira konsep
ekologi kota
memang diterapkan oleh Pemkot Solo,” tandasnya.
Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa
(FSSR) UNS, Anung Bambang, saat ditemui Espos,
Rabu (24/10), menambahkan media tanaman sebagai pagar mampu melunakan
tampilan bangunan. Bangunan yang terdiri dari kontruksi besi dan beton yang
serba keras itu, kata dia, bisa dilunakkan dengan adanya tanaman. “Banyak orang
zaman dulu di pedesaan yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar, seperti tetehan
dan tanaman katuk. Konsep itulah yang kini sedang ngetren, karena ada makna lain. Bukan sekadar pembatas
kepemilikan,” pungkasnya. (Tri Rahayu)
Taman di Griya Segaran
Pagar tanamn di Rumdin Wawali Solo
Sumber: www.solopos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar