Selasa, 13 November 2012

Bangunan Modern Dengan 4 Gaya Unik

 Tampak dari depan
 Teras Lantai II

Pagar berdinding ekspose batu bata merah mengelilingi kompleks tempat tinggal milik Ketua Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapkindo) Jateng, Mukafi Fadli. Kompleks seluas 1.600 m2 tersebut terletak di Jl Sadewa No 6, RT 002 RW 001, Jetis Mojo Wetan, Sragen Kulon, Sragen. Tiga buah bangunan megah didominasi arsitektur jawa berdiri megah dengan fungsi yang berbeda.
Tiga bangunan itu terdiri atas bangunan baru berlantai II terletak paling timur sebagai tempat tinggal. Bangunan limasan berada di tengah sebagai tempat usaha dan kantor. Terakhir bangunan baru berbentuk joglo dengan dinding serba gebyok berada paling barat sebagai Sekretariat Forum Masyarakat Sragen (Formas). Semua bangunan itu menghadap ke selatan dan hanya dibatasi dinding tembok.
“Saya dulu membeli tanah beserta rumah pada 2007. Saya tetap mempertahankan rumah lama yang terletak antara dua bangunan baru. Saat itu kebetulan harganya relatif miring, hanya Rp150.000/m2. Padahal sekarang harganya mencapai Rp700.000/m2,” ujar Lilik sapaan akrab Mukafi Fadli saat dijumpai Espos, Selasa (13/11), di kediamannya.
Lilik beli tanah dengan harga murah itu lantaran doa setiap hari. Sebagai penggemar filosofi dan pengamat arsitektur Jawa, Lilik mendirikan rumah dengan gaya Jawa. Rumah kuno asal Ngawi, Jawa Timur berumur 100 tahun diboyong ke kediamannya. Rumah dengan dinding gebyok itu kini menjadi rumah joglo yang diperuntukkan sebagai sekretariat Formas.
“Saya beli gebyok tua dengan ornamen garuda senilai Rp40 juta. Saya tertarik dengan nilai nasionalisme pada gebyok itu. Sedangkan gebyok lainnya nilainya cukup murah. Kemudian untuk pendapa semua dari kayu jatin kebon. Mulai dari reng dan usuknya, hanya habis Rp70 juta. Bangunan itu memang saya desain sebagai ruang publik untuk Formas,” ujar Lilik yang juga aktivis Formas.
Satu tahun kemudian, Lilik yang juga Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sragen itu membikin rumah berlantai II. Rumah yang kini menjadi tempat tinggal keluarga Lilik itu cukup unik. Rumah ini merupakan kombinasi gaya jawa kuno, kudus, madura dan mediterania. Ide penggabungan gaya bangunan itu diperoleh setelah berlangganan majalah rumah selam lima tahun.

Bantalan Jembatan
“Semua gaya itu dipadukan tanpa gambar dan desain khusus. Tetapi mengalir selama proses pembangunan yang memakan waktu delapan bulan. Selama proses itu, saya tak pernah membongkar total,” jelas ayah dari dua anak itu.
Hampir semua material kusen pintu dan jendela menggunakan kayu bekas bantalan jembatan yang usianya puluhan tahun. Kayu bantalan jembatan itu dibeli Lilik dengan harga Rp20 juta. Rumah seluas 250 m2 itu terdiri atas lantai I untuk ruang tamu, kamar pembantu dan dapur dan lantai II dengan satu kamar utama dan dua kamar anak.
Kusen pintu utama di teras depan, di ruang tamu, teras samping menggunakan ukiran gaya kudus. Ukiran gebyok jati asal Jepara juga dimanfaatkannya untuk hiasan di lantai II. “Saya menggunakan sistem manajemen tukang cukur. Ketika dilihat pas dan indah ya terus. Kalau tidak pas yang dibenahi agar sesuai keinginan saya,” jelasnya.
Pintu tiga kamar di lantai II dibuat dengan memanfaatkan kayu bekas bangunan terbakar saat kerusuhan Mei 1998 di Solo. Kayu-kayu itu dibeli di pasar antik Solo, yang kini dikenal Pasar Triwindu. Sedangkan gaya mediterania dijumpai pada model pilar yang berbentuk tabung dan jendela rumah yang kotak-kotak. Interior rumah memilih model madura, yakni berupa meja kursi tamu yang panjang dan sederhana serta mebeler lainnya. (Tri Rahayu)

Sumber: www.solopos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar